Kata siapa, menghadapi perpisahan lebih mudah ketika kita dewasa?
Mulutku yang kukunci rapat-rapat, jemariku yang kutahan dari ketikan-ketikan, semua kulakukan bukan tanpa sengaja. Sejak awal, sejak pikiran tentang perpisahan itu muncul lima tahun lalu, aku telah tahu dan benar-benar sadar, bahwa semua orang akan mempertanyakan keputusanku. Jika tidak, mungkin mereka akan memintaku bersabar dan menerima dan berlapang dada dan bertahan lebih lama. Demi anak. Begitulah mereka akan berucap.
Apakah di dunia ini, perempuan memang akan selalu dipertanyakan seluruh keputusan-keputusannya? Apakah di negara ini, perempuan akan selalu diragukan setiap memiliki keinginan? Apakah, di kehidupan ini, perempuan harus selalu mengorbankan dirinya sendiri agar mendapatkan tempat di surga sana?
Beberapa minggu lalu, seorang teman, lelaki berusia dua puluh sembilan tahun, bercerita kepadaku perihal perpisahan orangtuanya. Di usianya yang sudah dewasa itu, ia tetap merasa bingung dan hilang arah dengan perpisahan orang tuanya. Ia masih merasakan kesedihan itu, rasa tidak terima, dan rasa marah yang ia sendiri tidak tahu harus bagaimana mengurainya.
Aku lekas tersadar satu hal; bahwa di usia berapapun, perpisahan itu tetap hal yang sulit untuk dihadapi dan dijalani. Bahwa, sekarang atau dua puluh tahun lagi pun, perpisahan itu tetap akan semenyakitkan ini, sehilang arah ini, sebingung ini, sesedih ini. Bedanya hanya, jika kutunda hingga dua puluh tahun lagi, hingga anakku mencapai usia dewasa dan lebih mengerti, luka yang ditebar semakin banyak dan semakin dalam. Bukankah, anakku juga berhak memiliki aku yang waras? Bukankah, aku hanya bisa waras ketika merasa tenang?
Perpisahan memang akan selalu memiliki harga yang harus dibayar; kenangan-kenangan yang sudah dirangkum dalam rentang waktu kebersamaan, perasaan-perasaan yang pernah teduh dan utuh sebelum malapetaka datang, kemelekatan yang terbangun seiring waktu yang dihabiskan bersama, kebiasaan-kebiasaan yang rasanya seperti rutinitas yang sudah dihapal di luar kepala, harapan-harapan yang pernah dibangun dan dirangkai, juga keinginan-keinginan yang sempat dipupuk hingga subuh. Perpisahan akan selalu meminta bayaran yang mahal, tetapi bertahan di dalam sebuah ruang yang tidak lagi menenangkan, juga akan meminta bayaran dua kali lipat dari itu semua. Sebab kita manusia, kita dibekali hati yang membutuhkan ketenangan untuk tetap merasa hidup.
Aku ingin merasa hidup, bukan lagi merasa terus-terusan berjuang.
Jadi, ya, di usia berapapun, perpisahan memang bukan hal yang mudah. Sebab ada harga yang harus dibayar.
0 Comments