Hal-hal yang akan berubah, setelah hari itu datang.
Apakah aku akan tersenyum, atau justru menangis?
Akankah langkahku lebih ringan, atau justru aku terseok-seok?
Mungkinkah segalanya lebih baik, atau justru memburuk?
Namun, kuyakin sebelum aku memutuskan melangkah, bahwa segalanya akan baik, dan bahwa aku telah diberkati oleh Tuhan. Untuk setiap keputusan, dan langkah, yang mereka bilang akan mengundang kemarahan Tuhanku, nyatanya aku melangkah sebab aku merasa Tuhan sedang menyayangiku dan berkata, "silakan melangkah, Aku akan tetap bersamamu".
Tetap saja, membayangkan akan menghapus namamu dari bio sosial mediaku, menyisakan ngilu di dada kiriku. Membayangkan bahwa besok lusa aku akan mendaftarkan anak kita ke sekolah seorang diri, menyisakan sepi yang tak terperi--bukan di hatiku, mungkin di hati anak lelaki itu. Membayangkan aku akan melangkah seorang diri setiap pembagian rapot, dan menghadapi pertanyaan wali kelas anak kita, "Bapaknya nggak bisa datang, ya?" rasanya cukup membikin hatiku nelangsa.
Namun, bukankah kau juga telah membiasakanku melakukan segala hal sendiri? Bukankah kau yang sudah mengajariku untuk pergi ke mana pun sendiri, atau berdua saja bersama anak kita? Bukankah kau juga yang menempaku menjadi sosok yang berdiri di kaki sendiri?
Tidak ada bedanya, bukan? Ada atau tidak ada kamu, aku akan tetap sendiri menjalani hari-hari itu.
0 Comments